Metodologi Penelitian : Proposal Skripsi (BAB I - III)
PENGARUH
KEWAJIBAN KEPEMILIKAN NPWP DAN PENAGIHAN PAJAK TERHADAP PENERIMAAN PAJAK PADA
KANTOR PELAYANAN PAJAK PRATAMA DI WILAYAH
JAKARTA
SELATAN
PROPOSAL SKRIPSI
NAMA :
KIKI MAILAN RISKI
NIM :
13402428
JENJANG STUDI : STRATA SATU (S1)
PROGRAM STUDI : AKUNTANSI
SEKOLAH TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)
SULTAN AGUNG
PEMATANGSIANTAR
2016
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Sebagai
negara yang berkembang, sebenarnya Indonesia memiliki berbagai macam potensi
untuk menjadi negara yang lebih maju. Akan tetapi pada kenyataannya Indonesia
tidak bisa memanfaatkan berbagai potensi itu. Salah satunya adalah Indonesia
mengalami masalah di sektor ekonomi, untuk mengatasi masalah tersebut maka
pajak diharapkan bisa menjadi solusi yang efektif. Hal ini dikarenakan pajak
merupakan potensi penerimaan terbesar dalam negeri. Karena pajak merupakan
penerimaan langsung yang bisa diolah guna untuk pembiayaan berbagai macam
keperluan negara (Linstyaningtyas, 2012). Maka dari itu, penerimaan pajak di
harapkan dapat dimaksimalkan.
Untuk
lebih memaksimalkan penerimaan pajak, pemerintah telah mengambil langkah-langkah
kebijakan agar dapat memancing kesadaran masyarakat untuk mau membayar pajak.
Pada tahun 2008 pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak mengeluarkan
kebijakan berupa sunset policy. Dalam
sunset policy, pemerintah secara
tidak langsung mewajibkan masyarakat sebagai wajib pajak untuk memiliki Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP) (Fitriyani dan Wiwik, 2009:89).
Semua
wajib pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri
pada kantor Direktorat Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan
sekaligus untuk mendapatkan NPWP.
Pemberian
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) kepada setiap wajib pajak disertai dengan pelaksanaan
hak dan kewajiban perpajakan. Pengisian kewajiban perpajakan harus didasarkan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, sehingga
pelaksanaan atas kewajiban perpajakan oleh setiap wajib pajak dapat mengamankan
penerimaan pajak. Semakin banyak yang diisi kewajiban perpajakan oleh wajib
pajak secara benar dan tepat, penerimaan pajak meningkat (Setiawan, 2007:59).
Selain
mewajibkan masyarakat sebagai wajib pajak untuk memiliki Nomor Pokok Wajib
Pajak (NPWP), ada juga kebijakan yang dilakukan dalam usaha untuk mengoptimalkan
penerimaan pajak yaitu dengan melakukan penagihan pajak secara lebih aktif
kepada setiap wajib pajak yang menunggak pembayaran pajaknya, (Ginting,
2006:12). Penagihan pajak dilakukan karena masih banyaknya wajib pajak
terdaftar yang tidak melunasi hutang pajaknya sehingga diperlukan tindakan
penagihan yang mempunyai kekuatan hukum yang bersifat mengikat dan memaksa.
Maka dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat, pemerintah mengeluarkan Undang
Undang no 19 tahun 2000 tentang Penagihan pajak dengan Surat Paksa.
Mengacu
pada uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
pengaruh kewajiban kepemilikan NPWP, dan penagihan pajak terhadap penerimaan
pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) di wilayah Jakarta Selatan. Oleh karena
itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Kewajiban Kepemilikan NPWP, Penagihan Pajak terhadap
Penerimaan Pajak (Pada Kantor Pelayanan Pajak di Wilayah Jakarta Selatan).
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1.
Bagaimana gambaran kewajiban kepemilikan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak?
2.
Bagaimana pengaruh kewajiban kepemilikan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak?
C.
Tujuan
dan Kegunaan Penelitian
1.
Tujuan
Penelitian
Berdasarkan
rumusan masalah yang dikemukakan diatas, maka tujuan penelitian ini adalah :
1.
Untuk mengetahui gambaran kewajiban
kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penagihan pajak terhadap
penerimaan pajak.
2.
Untuk mengetahui pengaruh kewajiban
kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penagihan pajak terhadap
penerimaan pajak.
2. Kegunaan
Penelitian
Penulisan Penelitian ini
diharapkan akan memberikan kegunaan kepada berbagai pihak yang membutuhkan
yaitu :
a.
Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat untuk
menyelesaikan pendidikan Strata Satu (S1) Program Studi Akuntansi Sekolah
Tinggi Ilmu Ekonomi Sultan Agung Pematangsiantar. Hasil penelitian ini juga
diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan mengenai kewajiban kepemilikan
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan penagihan pajak terhadap penerimaan pajak.
b.
Bagi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Untuk memberikan evaluasi dan masukan yang
dapat berguna mengenai begaimana pengaruh kewajiban kepemilikan NPWP dan
penagihan pajak terhadap penerimaan pajak yang telah dilakukan.
c.
Bagi Pembaca dan Pihak lain
Diharapkan dapat menambah wawasan
mengenai aspek-aspek perpajakan dan menjadi bahan referensi bagi peneliti lain
yang berkeinginan melakukan pengamatan secara mendalam, khususnya pada kajian
atau permasalahan yang serupa.
D.
Sistematika
Penulisan
Untuk memudahkan dalam
pembahasan penelitian ini penulis menyusun sistematika penulisan. Sistematika
penulisan ini akan menggambarkan keselarasan isi penulisan skripsi ini. Adapun
sistematika penulisan proposal skripsi ini adalah sebagai berikut :
Bab satu adalah bab yang
berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan
penelitian serta sistematika penulisan. Uraian teoritis, penelitian terdahulu,
kerangka pemikiran, anggapan dasar dan hipotesis merupakan inti dari tinjauan
pustaka yang terdapat pada bab dua.
Metodologi penelitian yang
meliputi desain penelitian, objek penelitian, ruang lingkup penelitian,
definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis data, sumber data,
teknik pengumpulan data, alat pengumpulan data, dan teknik analisa data
diuraikan pada bab tiga. Pada bab empat penulis menguraikan gambaran umum
perusahaan yang diteliti.
Pada bab lima Analisis dan
Evaluasi, penulis menguraikan tentang analisis dan evaluasi yang dilakukan
penulis dengan menggunakan uji statistik deskriptif, uji kualitas data, uji
asumsi klasik dan model regresi linear berganda. Sebagai penutup dalam
penulisan proposal skripsi ini akan dijelaskan kesimpulan dan saran yang akan
diuraikan pada bab enam.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Uraian
Teoritis
1.
Dasar-dasar
Perpajakan
a.
Pengertian pajak
Ditinjau
dari jumlah pendapatan yang diterima oleh negara, penerimaan pajak merupakan
penerimaan yang dominan dari seluruh penerimaan negara. Banyak para ahli
memberikan bahasan tentang pajak, tetapi pada intinya mempunyai maksud dan
tujuan yang sama. Berikut ini adalah beberapa pengertian mengenai pajak oleh
para ahli.
Menurut
Waluyo (2009:2) pajak adalah iuran masyarakat kepada negara (yang dapat
dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut
peraturan-peraturan umum (undang-undang) dengan tidak mendapat prestasi kembali
yang langsung dapat ditunjuk dan yang gunanya adalah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluaran umum berhubung tugas negara untuk menyelenggarakan
pemerintahan.
Berdasarkan
Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 pajak adalah kontribusi wajib pada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan
undang-undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan
untuk keperluan negara bagi sebasar-besarnya kemakmuran rakyat.
Berdasarkan
beberapa definisi di atas, penulis menyimpulkan bahwa pajak merupakan peralihan
kekayaan dari pihak rakyat kepada kas negarauntuk membiayai pengeluaran rutin
dan “surplus”-nya digunakan untuk public
saving yang merupakan sumber utama membiayai ublic investment.
b.
Fungsi Pajak
Menurut
Mardiasmo (2009:1), fungsi pajak adalah sebagai berikut:
1) Fungsi
Penerimaan (Budgetary)
Pajak sebagai sumber dana bagi
pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
2) Fungsi
Mengatur (Regulatory)
c.
Asas Pemungutan Pajak
Menurut Madiasmo (2009:7), asas
pemungutan pajak adalah sebagai berikut:
1) Asas
domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas
seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik
penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku
untuk wajib pajak dalam negeri.
2) Asas
sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas
penghasilan yang bersumber dai wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal
wajib pajak.
3) Asas
kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan
kebangsaan suatu negara.
d.
Cara Pemungutan Pajak
Menurut Resmi (2009:9) cara pemungutan
pajak adalah sebagai berikut:
a) Stelsel
Pajak
Dalam stelsel pajak ada 3 cara pemungutan
pajak dilakukan:
1) Stelsel
Nyata (riil stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek
(penghasilan) yang nyata, sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada
akhir tahun pajak yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya telah dapat
diketahui. Kelebihan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan realistis.
Kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode (setelah
penghasilan riil diketahui)
2) Stelsel
Anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak berdasarkan pada suatu
anggapan yang diatur oleh undang-undang, sebagai contoh penghasilan suatu tahun
dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun pajak telah
ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalan. Kelebihan
stelsel ini adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan pada keadaan yang
sesungguhnya.
b)
Sistem Pemungutan Pajak
Menurut Mardiasmo (2009:7) ada beberapa
sistem pemungutan pajak, yaitu:
1) Official Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan yang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak
yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang pada fiskus.
b) Wajib
pajak bersifat pasif.
c) Utang
pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
2) Self Assessment System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya
pajak yang terutang.
Ciri-cirinya:
a) Wewenang
untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak itu sendiri.
b) Wajib
pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang.
3) With Holding System
Adalah suatu sistem pemungutan pajak
yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak
yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak.
Ciri-cirinya: wewenang menentukan
besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan
wajib pajak.
2.
Nomor
Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Menurut Mardiasmo (2009:23)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
Menurut Resmi (2009:26),
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah suatu sarana dalam administrasi
perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib
pajak.
Berdasarkan beberapa
definisi diatas, penulis menyimpulkan bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
adalah sarana dalam administrasi perpajakan yang diberikan kepada wajib pajak
yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
Semua wajib pajak yang telah
memenuhi persyaratan subjektif dan objektif sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan berdasarkan sistem self assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat
Jenderal Pajak untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk
mendapatkan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Persyaratan objektif adalah
persyaratan bagi subjek pajak yang menerima atau memperoleh penghasilan atau
yang diwajibkan untuk pemotongan/pemungutan sesuai dengan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984 dan perubahannya (Diana dan Setiawati,
2009:4).
a.
Tata Cara Pendaftaran NPWP
Wajib pajak mengisi
Formulir Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan
Pengukuhan PKP secara lengkap dan jelas serta ditanda tangani oleh wajib pajak
atau kuasanya dan menyerahkannya kepada petugas pendaftaran wajib pajak. Jika
permohonan ditandatangani oleh orang lain, harus memiliki surat kuasa khusus.
Selain mengisi
Formulir Pendaftaran, wajib pajak harus menyertakan data pendukung yang perlu,
diantaranya sebagai berikut (Tansuria,2010:3):
1) Untuk
Wajib Pajak Orang Pribadi yang menjalankan/tidak menjalankan usaha atau pekerjaan
bebas:
Kartu Tanda Penduduk bagi penduduk
Indonesia, atau paspor bagi orang asing.
2) Untuk Wajib Pajak Badan
a) Akte
pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukkan dari kantor pusat
bagi Bentuk Usaha Tetap.
b) NPWP
Pimpinan atau Penanggung Jawab Badan.
c) Kartu
Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia atau paspor bagi orang asing sebagai
penanggung jawab.
3)
Untuk Bendahara sebagai Pemungut atau
Pemotong:
a) Surat
penunjukkan sebagai Bendahara
b) Kartu
Tanda Penduduk Bendahara
4)
Untuk Join
Operation sebagai Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong:
a) Perjanjian
kerjasama/Akte Pendirian sebagai Join
Operation.
b) Kartu
Tanda Penduduk bagi penduduk Indonesia, atau paspor bagi orang asing sebagai
penanggung jawab.
c) NPWP
Pimpinan/Penanggung Jawab Joint
Operation.
Bagi pemohon yang berstatus cabang,
Wajib Pajak Orang Pribadi pengusaha tertentu atau wanita kawin tidak pisah
harta harus memiliki NPWP Kantor Pusat/domisili suami.
b.
Fungsi NPWP
Menurut Mardiasmo (2009:22), fungsi
Nomor Pokok Wajib Pajak yaitu:
1. Sarana
dalam administrasi perpajakan.
2. Tanda
pengenal diri atau Identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya
3. Dicantumkan
dalam setiap dokumen perpajakan.
4. Menjaga
ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
c.
Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit yaitu 9 digit
pertama merupakan kode wajib pajak yang mengindikasikan apakah wajib pajak yang
dimaksud adalah orang pribadi atau badan atau pemungut bendaharawan, dan 6
digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan. Contoh NPWP
08.516.767.0-823.000, dapat dijabarkan sebagai berikutnya (Tansuria,2010:1)
08 :
identitas wajib pajak orang pribadi
516.767 : nomor urut/nomor registrasi
0 : cek digit (sebagai alat pengaman
agar tidak terjadi
pemalsuan dan kesalahan
NPWP)
823 :
kode KPP (KPP Pratama Bitung)
000 :
kode pusat/suami atau cabang/istri
d.
Penghapusan NPWP dan persyaratannya
Penghapusan nomor pokok wajib pajak
dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak apabila memenuhi syarat sebagai berikut
(Tansuria 2010:8):
1. Wajib
pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/ atau obejektif, misalnya
wajib pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan.
2. Wajib
pajak badan dalam rangka likuidasi atau pembubaran karena penghentian atau
penggabungan usaha.
3. Wanita
yang sebelumnya telah memiliki NPW dan menikah tanpa membuat perjanjian
pemisahan harta dan penghasilan.
4. Wajib
pajak bentuk badan usaha tetap yang menghentikan usahanya di Indonesia.
5. Warisan
yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak sudah selesai dibagi.
6. Dianggap
perlu oleh Direktur Jenderal Pajak untuk menghapus NPWP dari wajib pajak yang
sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif dan/atau objektif sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
e.
Sanksi Tidak Mendaftarkan Diri
Sanksi bagi seseorang yang diwajibkan
memiliki NPWP namun tidak mendaftarkan diri untuk memperoleh NPWP menurut pasal
39 ayat 1 Undang-undang nomor 28 tahun 2007, adalah sebagai berikut:
1) Setiap
orang yang dengan sengaja:
a. Tidak
mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan
usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
b. Menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak
c. Tidak
menyampaikan Surat Pemberitahuan
d. Menyampaikan
Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak
lengkap
e. Menolak
untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
f. Memperlihatkan
pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah
benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya
g. Tidak
menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperhatikan
atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain
h. Tidak
menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau
pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang
dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line
di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11);atau
i. Tidak
menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut sehingga dapat menimbulkan
kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6
(enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua)
kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4
(empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar
2) Pidana
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambahkan 1 (satu) kali menjjadi 2 (dua)
kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan lagi tindak pidana dibidang
perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjadi
pidana penjara yang dijatuhkan.
3) Setiap
orang yang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan
atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha
Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dalam rangka mengajukan
permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak,
dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2
(dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang
dimohonkan dan/atau kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling
banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/atau kompensasi atau
pengkreditan yang dilakukan.
3.
Penagihan
Pajak
Menurut
Rahayu (2010:197) pengertian dalam pasal 1 butir 9 Undang-undang no.19 Tahun 2000
penagihan pajak adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi
utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan,
melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa,
mengusulkan pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan,
menjual barang yang telah disita.
a. Pengelompokkan
Penagihan Pajak
Menurut Suandy (2008:173), penagihan
pajak dapat dikelompokkan menjadi (2) dua, yaitu penagihan pasif dan penagihan
aktif:
1.
Penagihan Pajak Pasif
Penagihan pajak pasif dilakukan dengan
menggunakan Surat Tagihan Pajak (STP), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
(SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), surat keputusan
pembetulan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar, surat keputusan
keberatan yang menyebabkan pajak terutang menjadi lebih besar. Jika dalam
jangka waktu 30 (tiga puluh) hari belum dilunasi, maka tujuh hari setelah jatuh
tempo akan diikuti dengan penagihan pajak secara aktif yang dimulai dengan
menerbitkan surat teguran.
2.
Penagihan Pajak Aktif
Penagihan pajak aktif merupakan
kelanjutan dari penagihan pajak pasif, dimana dalam upaya penagihan ini fiskus
berperan aktif dalam arti tidak hanya mengirim surat tagihan ata surat
ketetapan pajak tetap, akan diikuti dengan tindakan sita, dan dilanjutkan
dengan pelaksanaan lelang.
3. Tahapan
Penagihan Pajak dengan Surat Paksa
a) Penagihan
pajak dilakukan dengan terlebih dahulu menerbitkan surat teguran oleh pejabat.
b) Jika
wajib pajak mengajukan keberatan atas SKPKB, SKPKBT, jangka waktu pwlunasan
pajak untuk jumlah pajak yang belum dibayar pada saat pengajuan keberatan
sebesar pajak yang tidak disetujui dalam pembahasan akhir hasil pemeriksaan
tertangguh selama satu bulan sejak tanggal penerbitan surat keputusan
keberatan.
c) Jika
wajib pajak mengajukan banding atas surat keputusan keberatan, sehubungan
dengan SKPKB, atau SKPKBT, jangka waktu pelunasan pajak tertangguh selama satu
bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
d) Surat
teguran tidak diterbitkan terhadap penanggung pajak yang telah disetujui untuk
mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
e) Penerbitan
surat teguran.
f) Penyampaian
surat teguran dapat dilakukan:
1) Secara
langsung.
2) Melalui
pos.
3) Melalui
perusahaan jasa ekspedisi atau jasa kurir dengan bukti penagihan surat
g) Jika
jumlah utang pajak tidak dilunasi oleh penanggung pajak setelah lewat 21 (dua
puluh satu) hari sejak tanggal disampaikan surat teguran, surat paksa
diterbitkan oleh pejabat dan diberitahukan secara langsung oleh juru sita pajak
kepada penanggung pajak.
h) Surat
paksa juga dapat diterbitkan dalam hal:
1) Telah
dilaksanakan penagihan seketika dan sekaligus terhadap penanggung pajak, atau
2) Penanggung
pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam keputusan
persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak.
i) Juru
sita pajak melaksanakan penagihan seketika dan sekaligus tanpa menunggu tanggal
jatuh tempo pembayaran dalam kondisi:
1) Penanggung
pajak akan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya atau berniat untuk itu
2) Penanggung
pajak memindahtangankan barang yang dimiliki atau yang dikuasai dalam rangka
menghentikan atau mengecilkan kegiatan perusahaan atau pekerjaan yang
dilakukannya di Indonesia.
3) Terdapat
tanda-tanda bahwa penanggung pajak akan membubarkan badan usaha, memekarkan
usaha, memindahtangankan perusahaan yang dimiliki atau yang dikuasainya, atau
melakukan perbuatan bentuk lainnya.
4) Badan
usaha akan dibubarkan oleh negara atau terjaadi penyitaan atas barang
penanggung pajak oleh pihak ketiga atau terdapat tanda-tanda kepailitan.
j) Surat
paksa diberitahukan oleh juru sita pajak dengan pernyataan dan penyerahan
salinan surat kepada penanggung pajak.
k) Surat
paksa akan diberitahukan kepada orang pribadi atau badan.
l) Jika
penanggung pajak atau pihak yang dimaksud menolak untuk menerima surat paksa,
juru sita pajak meninggalkan surat paksa tersebut dan mencatatnya dalam berita
acara bahwa penanggung pajak tidak mau menerima surat paksa dan surat paksa
dianggap telah diberitahukan.
m) Jika
pemberitahuan surat paksa tidak dapat dilaksanakan, surat paksa disampaikan
melalui pemerintah daerah setempat.
n) Jika
tempat tinggal, tempat usaha, atau tempat kedudukan wajib pajak atau penanggung
pajak tidak diketahui, penyampaian surat paksa dilaksanakan dengan menempelkan
salinan surat paksa pada papan pengumuman kantor pejabat yang menerbitkannya,
mengumumkan melalui media massa atuu dengan cara lain.
o) Jika
pelaksanaan surat paksa harus dilakukan diluar wilayah kerja pejabat, pejabat
yang menerbitkan surat paksa tersebut meminta bantuan kepada pejabat yang
wilayah kerjanya meliputi tempat pelaksanaan surat paksa.
p) Jika
setelah lewat 2x24 jam sejak surat paksa diberitahukan kepada penanggung pajak
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dan utang pajak tidak dilunasi oleh
penanggung pajak, pejabat menerbitkan surat perintah melaksanakan penyitaan.
q) Berdasarkan
surat perintah melaksanakan penyitaan, juru sita pajak melaksanakan penyitaan
terhadap barang milik penanggung pajak.
r) Jika
penanggung tidak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak setelah lewat waktu
14 (empat belas) hari sejak tanggal pelaksanaan penyitaan, pejabat melakukan
pengumuman lelang.
s) Pengumuman
lelang dilakukan satu kali, sedangkan untuk barang tidak bergerak dilakukan 2
(dua) kali.
t) Jika
penanggung pajak tidak melunasi utang ajak dan biaya penagihan pajak setelah
lewat waktu 14 (empat belas) hari sejak pengumuman lelang, pejabat melakukan
penjualan barang sitaan penanggung pajak melalui kantor lelang negara.
4. Hak
Wajib Pajak/Penanggung Pajak
Wajib pajak/penanggung pajak berhak
dalam penagihan pajak, sebagai berikut (Sumarsan, 2010:70):
a) Meminta
juru sita pajak memperlihatkan kartu tanda pengenal juru sita pajak.
b) Menerima
salinan surat paksa dan salinan berita acara penyitaan.
c) Menentukan
urutan barang yang akan dilelang.
d) Meminta
kesempatan terakhir untuk melunasi utang pajaknya, termasuk biaya penyitaan,
iklan dan biaya pembatalan lelang, serta melaporkan pelunasan tersebut kepada
kepala KPP yang bersangkutan sebelum pelaksanaan lelang.
e) Membatalkan
lelang jika penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak
sebelum pelaksanaan lelang.
5. Kewajiban
Wajib Pajak/Penanggung Pajak
a) Membantu
juru sita pajak dalam melaksanakan tugasnya, dengan cara:
1) Memperbolehkan
juru sita pajak memasuki ruangan, tempat usaha/tempat tinggal wajib pajak/penanggung
pajak.
2) Memberikan
keterangan lisan atau tertulis yang diperlukan.
b) Barang
yang disita dilarang dipindahtangankan, dihipotikkan, atau disewakan.
4)
Penerimaan
Pajak
Penerimaan
negara terdiri dari penerimaan dalam negeri Pemerintah, dan hibah. Penerimaan
dalam negeri Pemerintah terdiri atas penerimaan perpajakan dan Penerimaan
Negara Bukan Pajak (Dumairy,1997).
Dewasa
ini pajak merupakan tumpuan pemerintah dalam menjalankan roda pemerintahan,
penerimaan pajak merupakan sumber penerimaan negara terbesar saat ini yaitu
mencapai 80% dari penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak sebagai bagian
dari Kementerian Keuangan Republik Indonesia mempunyai tanggung jawab untuk menarik
pajak dari masyarakat. Belakangan ini masyarakat lebih kritis dan berani dalam
menyuarakan keinginannya akan pelayanan yang baik, khususnya pelayanan publik
yang diberikan oleh pemerintah. Seiring dengan bertambahnya beban yang harus
ditanggung masyarakat, bertambah pula tuntutan
masyarakat akan tersedia pelayanan publik yang berkualitas tinggi.
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) sebagai salah satu institusi
pemerintah di bawah Kementerian Keuangan yang mengemban tugas untuk mengamankan
penerimaan pajak negara dituntut untuk selalu dapat memenuhi pencapaian target
penerimaan pajak yang senantiasa meningkat dari tahun ke tahun di tengah
tantangan perubahan yang terjadi dalam kehidupan sosial maupun ekonomi di
masyarakat.
Berdasarkan
kewenangan dalam pemungutannya, pajak dapat digolongkan menjadi Pajak Pusat dan
Pajak Daerah. Dari kedua jenis pajak tersebut, yang akan diuraikan berikut ini
hanyalah jenis-jenis pajak pusat karena hanya pajak pusat yang merupakan
penerimaan pemerintah pusat yang menjadi bagian dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN).
Jenis
pajak yang dikelola oleh Pemerintah Pusat dalam hal ini Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) sesudah reformasi perpajakan 1983 adalah sebagai berikut :
a.
Pajak Penghasilan (PPh)
Menurut Mansury (2002),
PPh sesuai undang-undang tentang pajak penghasilan adalah setiap tambahan
kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik yang berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi
atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan, dengan nama dan
dalam bentuk apapun.
Supramono
dan Damayanti (2005) menambahkan bahwa pajak penghasilan adalah pungutan resmi
oleh pemerintah yang ditujukan kepada masyarakat yang berpenghasilan untuk
membiayai pengeluaran-pengeluaran pemerintah.
b.
Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan
atas Barang Mewah
(PPN dan PPnBM)
Menurut Supramono dan Damayanti (2005) Pajak
Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan terhadap setiap pertambahan nilai
dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan oleh pengusaha kena pajak.
Sedangkan Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan
terhadap barang-barang yang tergolong mewah.
c.
Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)
Pajak Bumi dan Bangunan menurut Supramono dan Damayanti
(2005) adalah pajak yang dikenakan terhadap bumi dan tubuh bumi serta bangunan
yang terletak di atas bumi tersebut. Sedangkan menurut Undang-Undang Nomor 12
tahun 1985 tentang pajak bumi dan bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 1994 pajak yang dikenakan atas bumi dan/atau
bangunan. Yang dimaksud bumi adalah permukaan bumi dan tubuh bumi yang ada di
bawahnya, sedangkan bangunan adalah konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan
secara tetap pada tanah dan/atau bangunan.
d.
Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB)
Menurut
Undang-Undang Nomor 21 tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan
Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2000 Bea
Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah pajak yang dikenakan atas
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. Supramono dan Damayanti (2005)
berpendapat bahwa BPHTB adalah penyerahan sebagian dari nilai ekonomis dari
perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Peran penerimaan
pajak sangat penting bagi kemandirian pembangunan, karena pajak merupakan salah
satu sumber penerimaan negara dari dalam negeri yang paling utama selain dari
minyak dan gas bumi untuk mendanai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(APBN). Jika dilihat dari sisi ekonomi, penerimaan dari sektor pajak merupakan
penerimaan negara yang potensial, karena melalui pajak pemerintah dapat
membiayai sarana dan prasarana publik diseluruh sektor kehidupan, seperti
sarana transportasi, air, listrik, pendidikan, kesehatam, keamanan, komunikasi,
sosial dan berbagai fasilitas lainnya yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pembangunan.
e.
Bea Materai
Dalam
The Indonesian Tax in Brief disebutkan
bahwa Bea Materai adalah pajak atas dokumen yang dipakai masyarakat dalam lalu
lintas hukum. Yang dimaksud dengan dokumen disini adalah kertas yang berisikan
tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan atau
kenyataan bagi seorang dan atau pihak-pihak yang berkepentingan. Surat
perjanjian, surat kuasa, surat pernyataan dan akte adalah sebagian contoh dari
dokumen yang dikenakan bea materai.
f.
Bea Masuk
Menurut
Undang-Undang Nomor 10 tahun 1995 tentang kepabeanan, yang dimaksud bea masuk
adalah pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap
barang-barang yang diimpor. Dengan adanya pungutan tersebut, maka bea masuk
selain berfungsi sebagai sumber penerimaan negara juga sebagai pengatur arus
impor, baik untuk barang konsumsi maupun barang yang diperlukan industri dalam
negeri. Dengan demikian, penerimaan bea masuk tidak semata-mata ditujukan
sebagai penerimaan untuk mengisi kas negara, tetapi juga berfungsi sebagai alat
pengaturan (regulator).
g.
Cukai
Menurut
Undang-Undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai, yang dimaksud cukai adalah
pungutan oleh negara berdasarkan undang-undang yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang mempunyai sifat atau karakteristik perlu untuk
dibatasi, diawasi produksinya dan peredarannya, karena akan berpengaruh
langsung terhadap kesehatan dan ketertiban sosial. Dengan demikian, peranan
cukai tidak saja berorientasi pada penerimaan negara, melainkan
mempertimbangkan pula aspek pembatasan produksi dan konsumsi. Oleh karena itu, dasar pertimbangan besarnya
penerimaan cukai tergantung dari jumlah barang yang kena cukai, tarif cukai dan
harga dasar barang kena cukai.
h.
Pajak Ekspor
Yang
dimaksud dengan pungutan ekspor adalah pungutan negara yang dikenakan terhadap
barang-barang tertentu yang akan diekspor. Pengaturan tarif pajak ekspor
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan, dengan memperhatikan harga
patokan ekspor dan jumlah wajib pajak valuta asing.
Kebijakan yang
ditempuh dalam pungutan pajak ekspor ini bertujuan untuk mengendalikan harga
pasar di dalam negeri. Khusus penerimaan perpajakan di sektor Bea Perolehan Hak
atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), terhitung 1 Januari 2011 seluruh penerimaan
dialihkan ke pemerintah daerah setempat, sedangkan di sektor Pajak Bumi dan
Bangunan (PBB) sejak 1 Januari 2012 sebagian daerah, telah mengalihkan
penerimaan di sektor tersebut kepada Pemerintah Daerah.
Peranan penerimaan
perpajakan sebagai salah satu sumber penting dalam pembiayaan negara akan terus
ditingkatkan dengan melakukan berbagai evaluasi dan kebijakan penyempurnaan.
Hal tersebut dimaksudkan agar pelaksanaan sistem perpajakan dapat lebih efektif
dan efesien sejalan dengan perkembangan globalisasi yang menuntut daya saing
tinggi dengan negara lain. Dengan demikian, diharapkan prinsip-prinsip
perpajakan yang sehat seperti persamaan, kesederhanaan dan keadilan dapat
tercapai sehingga tidak hanya berdampak terhadap peningkatan kapasitas fiskal,
melainkan juga terhadap perkembangan kondisi ekonomi makro.
5)
Pengaruh
Kewajiban Kepemilikan NPWP dan Penagihan Pajak terhadap Penerimaan pajak
Menurut Mardiasmo (2009:23)
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) adalah nomor yang diberikan kepada wajib pajak
sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda
pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban
perpajakannya.
Menurut Rahayu (2010:197)
pengertian dalam pasal 1 butir 9 Undang-undang no.19 Tahun 2000 penagihan pajak
adalah serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan
biaya penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan
penagihan seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan
pencegahan, melaksanakan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang
yang telah disita.
Peningkatan
penerimaan pajak memegang peranan strategis karena akan meningkatkan
kemandirian pembiayaan pemerintah. Berbagai kebijakan pemerintah untuk
meningkatkan penerimaan negara dari sektor pajak terus digulirkan. Salah satu
langkah yang dilakukan dalam meningkatkan penerimaan pajak yaitu dengan
diberlakukannya kewajiban kepemilikan NPWP bagi wajib pajak. Semua wajib pajak
yang telah memenuhi persyaratan
subjektif dan objektif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan berdasarkan sistem self
assessment, wajib mendaftarkan diri pada kantor Direktorat Jenderal Pajak
untuk dicatat sebagai wajib pajak dan sekaligus untuk mendapatkan NPWP.
Kerjasama fiskus dan wajib pajak diperlukan pula dalam meningkatkan penerimaan
pajak dimasa depan (Gisijanto, 2008).
Penagihan pajak merupakan
serangkaian tindakan agar penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya
penagihan pajak dengan menegur atau memperingatkan, melaksanakan penagihan
seketika dan sekaligus memberitahukan surat paksa, mengusulkan pencegahan,
melaksankaan penyitaan, melaksanakan penyanderaan, menjual barang yang telah
disita. Sehingga penagihan pajak berpengaruh pada penerimaan pajak.
B.
Penelitian
Terdahulu
Penulis merujuk pada beberapa penelitian
terdahulu dalam melakukan penelitian, yaitu:
Tabel
1
Penelitian
Terdahulu
Nama
Peneliti
|
Judul,
Instansi, Tahun Penelitian
|
Variabel
Penelitian
|
Hasil
Penelitian
|
Deddy Arif Setiawan
|
Analisis Hubungan antara
Ekstensifikasi Wajib Pajak dan Surat Setoran Pajak dengan Penerimaan Pajak,
Skripsi, KPP Jakarta Palmerah, 2007
|
Variabel bebas: Wajib
Pajak dan Surat Setoran Pajak
Variabel Terikat :
Penerimaan Pajak
|
H0 ditolak,
artinya jumlah wajib pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak
H0 ditolak,
artinya jumlah surat setoran pajak memiliki pengaruh terhadap penerimaan
pajak
|
Sumber : Berbagai karya ilmiah
C.
Kerangka
Pemikiran
Menurut
Sugiyono (2008:88), kerangka pemikiran adalah model konseptual tentang
bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktr yang telah diidentifikasi
sebagai masalah yang penting. Kerangka pemikiran bertujuan untuk memberikan
gambaran secara ringkas tentang isi dari penelitian, sehingga penelitian dapat
terarah sesuai dengan maksud dan tujuan yang diharapkan.
Kewajiban
Kepemilikan NPWP (X1)
1.
Fungsi NPWP
2.
Pendaftaran NPWP
3.
Format NPWP
4. Penghapusan
NPWP
-Sanksi |
X1
|
X2
|
Y
|
Mardiasmo
(2009)
Tansuria
(2010)
Waluyo
(2009)
|
Suandy
(2008)
|
Gisijanto
dan Syahab (2008)
|
Setyawan
(2007:50)
|
Penerimaan
Pajak (Y)
1. Pajak
Pusat
|
Penagihan
Pajak (X2)
1.
Pengelompokan
penagihan pajak
2. Tahapan
penagihan pajak
|
Vegirawati
(2011:67)
|
Dilandaskan
|
Gambar
1
Kerangka
Pemikiran
Berdasarkan
kerangka pemikiran diatas, dapat dinyatakan bahwa variabel independen (X1) dan
(X2) mempengaruhi variabel dependen (Y). Dalam hal ini, variabel independen
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kewajiban Kepemilikan NPWP dan
Penagihan Pajak, sedangkan variabel dependennya Penerimaan Pajak. Pada variabel
independen (X1), uji yang dilakukan
adalah Uji Normalitas dan untuk variabel independen (X2) uji yang digunakan
adalah Uji Multikolonieritas, sedangkan pada variabel dependen (Y) uji yang
digunakan adalah Uji Heteroskedastisitas.
D.
Anggapan
Dasar dan Hipotesis
1.
Anggapan
Dasar
Anggapan
dasar menurut Surakhmad dan Arikunto (2006:58), adalah sebuah titik pemikiran
yang kebenarannya diterima oleh penyelidik dan dapat dijadikan landasan
berpikir selanjutnya dalam penulisan penelitian ini. Anggapan dasar dalam
penelitian ini adalah: “Kewajiban
Kepemilikan NPWP dan Penagihan Pajak berpengaruh terhadap Penerimaan Pajak”
2.
Hipotesis
Menurut Sugiyono (2010:64)
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,
dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat
pertanyaan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan
pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang
diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi, hipotesis juga dapat dinyatakan
sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian, belum jawaban
yang empiris. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1.
H0 = 0, artinya kewajiban
kepemilikan NPWP dan penagihan pajak tidak berpengaruh terhadap penerimaan
pajak baik secara parsial maupun simultan
di KPP Pratama di wilayah Jakarta Selatan.
2.
H0 ≠ 0, artinya kewajiban
kepemilikan NPWP dan penagihan pajak berpengaruh terhadap penerimaan pajak baik secara parsial maupun simultan di KPP
Pratama di wilayah Jakarta Selatan.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
Metode penelitian yang
digunakan dalam suatu penelitian sangat mempengaruhi hasil penelitian itu
sendiri. Metodologi merupakan data utama yang digunakan untuk mencapai tujuan.
Untuk memperoleh hasil yang lebih baik diperlukan juga metode yang sesuai untuk
mendapatkan data yang objektif. Metodologi penelitian memberikan gambaran yang
jelas terhadap fenomena-fenomena menerangkan hubungan, mengkaji hipotesis serta
makna implikasi dari masalah yang dibahas.
A.
Desain
Penelitian
Desain
Penelitian menurut Wiley (2006:152), adalah cara yang sistematis dan objektif
dengan maksud untuk memperoleh data atau mengumpulkan keterangan untuk diteliti
dan dianalisis sampai pada solusi setelah mengidentifikasi variabel suatu
situasi masalah dan pengembangan kerangka teoritis. Desain penelitian yang
digunakan dalam penulisan proposal skripsi ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dan field research. Dalam penelitian
kepustakaan, penulis mengumpulkan data, informasi dan teori dengan cara
mempelajari dan membaca literatur-literatur yang ada hubungannya dengan permasalahan
yang menjadi objek penelitian.
Dalam field research, penulis
mengumpulkan data melalui kuesioner dan wawancara yang ada hubungannya dengan
permasalahan yang menjadi objek penelitian.
B.
Objek
Penelitian
Dalam
penelitian ini, penulis mengambil objek penelitian pada Kantor Pelayanan Pajak
(KPP) di wilayah Jakarta Selatan, dan yang menjadi objek dalam penelitian ini
adalah petugas pajak (fiskus) yang berada di KPP Pratama di wilayah Jakarta
Selatan.
C.
Ruang
Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh
data yang berkaitan dengan permasalahan yang akan diteliti untuk mengetahui
pengaruh variabel independen, yaitu pengaruh kewajiban kepemilikan NPWP dan
penagihan pajak terhadap variabel dependen, yaitu penerimaan pajak. Penelitian
ini dilakukan pada KPP Pratama Kebayoran Baru Dua, KPP Pratama Kebayoran Baru
Tiga dan KPP Pratama Tebet.
D.
Definisi
Operasional Variabel
Definisi
operasional variabel adalah untuk mengukur konsep abstrak seperti hal-hal yang
biasanya jatuh ke dalam wilayah subjektif perasaan dan sikap. Tujuannya agar
peneliti dapat mencapai suatu alat ukur yang sesuai dengan hakekat variabel
yang sudah didefinisikan konsepnya maka peneliti harus memasukkan proses atau
operasionalnya alat ukur yang digunakan untuk kualifikasi gejala atau variabel
yang ditelitinya (Sekaran, 2006:14).
Definisi
operasional variabel untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut :
Tabel
2
Definisi
Operasional Variabel
Variabel
|
Dimensi
|
Indikator
|
Skala
|
Kewajiban kepemilikan NPWP (X1)
merupakan nomor yang diberikan kepada wajib
pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai
tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
|
Fungsi NPWP
Pajak sebagai
sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Pendaftaran NPWP
mengisi Formulir
Permohonan Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Formulir Permohonan Pengukuhan
PKP secara lengkap dan jelas serta ditanda tangani oleh wajib pajak atau
kuasanya dan menyerahkannya kepada petugas pendaftaran wajib pajak.
Format NPWP
Penghapusan NPWP
Sanksi
|
1.
Saran dalam administrasi perpajakan.
2.
Tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak dalam
melaksanakan hak dan kewajiban
3.
Dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
4.
Menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan
pengawasan administrasi perpajakan
1.
Menyerahkan formulir permohonan pendaftaran dan
formulir permohonan pengukuhan PKP
1.
Penggunaan NPWP dapat memudahkan petugas dalam
menentukan Wajib Pajak yang akan diperiksa
1.
Wajib pajak sudah tidak memenuhi persyaratan subjektif
dan objektif.
2.
Wajib pajak badan dalam rangka likuidasi atau
pembubaran karena penghentian atau penggabungan usaha
3.
Wajib pajak bentuk Badan Usaha Tetap yang menghentikan
usahanya di Indonesia
1.
Sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan
|
Skala Interval
|
Penagihan Pajak (X2)
merupakan serangkaian tindakan agar
penanggung pajak melunasi utang pajak dan biaya penagihan pajak dengan
menegur atau memperingatkan.
|
Pengelompokan
penagihan pajak
Tahap
penagihan pajak
|
1.
Penagihan pajak pasif
2.
Penagihan pajak aktif
1.
Surat teguran dilayangkan oleh wajib pajak sampai
tanggal jatuh tempo
2.
Surat teguran tidak perlu diterbitkan bila wajib pajak
menyetujui pembayaran secara angsuran
3.
Penerbitan surat paksa diterbitkan apabila penanggung
pajak tidak memenuhi ketentuan
4.
Pemberitahuan surat paksa diterbitkan apabila
penanggung pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana tercantum dalam
keputusan persetujuan angsuran atau penundaan pembayaran pajak
5.
Penagihan seketika dan sekaligus penagihan pajak tanpa
menunggu tanggal jatuh tempo pembayaran terhadap seluruh utang pajak dan
semua jenis pajak, masa pajak dan tahun pajak
6.
Penyitaan barang milik wajib pajak sesuai dengan
peraturan penyitaan yang diterbitkan oleh pejabat setempat
7.
Penyitaan tambahan barang yang telah disita tidak cukup
untuk melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak
8.
Pencabutan sita dilaksanakan apabila penanggung pajak
telah melunasi biaya penagihan pajak dan utang pajak
|
Skala Interval
|
Penerimaan pajak (Y)
merupakan realisasi dari proses pemeriksaan
pajak yang optimal.
|
1.
Pajak Pusat
|
1.
Peran penerimaan pajak sangat penting bagi kemandirian
pembangunan
2.
Sumber utama penerimaan negara yaitu berasal dari pajak
3.
Peningkatan penerimaan pajak memegang peranan strategis
karena akan meningkatkan kemandirian pembiayaan pemerintah
4.
Pajak sebagai sumber penerimaan terbesar negara
5.
Dengan adanya kewajiban dan kepemilikan NPWP dan
penagihan pajak, penerimaan pajak semakin bertambah
6.
Kerjasama fiskus dan wajib pajak diperlukan dalam
meningkatkan penerimaan pajak dimasa depan.
|
Skala
Interval
|
Sumber
: Pengolahan data
E.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi adalah wilayah
generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan
karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian
ditarik kesimpulannya. Menurut Sugiyono (2009:115) populasi bukan hanya orang,
tetapi juga objek dan benda-benda alam yang lain. Populasi juga bukan sekedar
jumlah yang ada pada objek/subjek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh
karakteristik/sifat yang dimiliki oleh subjek/objek itu. Populasi dalam
penelitian ini adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama di wilayah Jakarta
Selatan.
2.
Sampel
Menurut Sugiyono (2012:81), sampel adalah bagian dari
jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut. Teknik sampling yang
digunakan dalam penelitian
ini adalah Nonprobability
Sampling Design. Menurut Sugiyono
(2012:84), Nonprobability Sampling Design adalah teknik
pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi
setiap unsur-unsur anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel. Jenis metode
dari nonprobability sampling yang dipilih adalah sampel berdasarkan
kemudahan (convenience sampling) adalah istilah umum yang mencakup
variasi luasnya prosedur pemilihan responden. Menurut Hamid (2010:18) convenience sampling berarti unit
sampel yang ditarik mudah dihubungi, tidak menyusahkan, mudah untuk mengukur
dan bersifat kooperatif. Dengan demikian maka peneliti memilih pelayanan pajak
dan penagihan pajak sebagai sampel penelitian. Dalam penentuan kuotanya
peneliti ingin menyebar kuesioner ke perwakilan Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
Pratama di wilayah Jakarta Selatan antara lain, KPP Pratama Kebayoran Baru Dua,
KPP Pratama Kebayoran Baru Tiga dan KPP Pratama Tebet. Metode convenience
sampling digunakan karena peneliti memiliki kebebasan untuk memilih sampel
dengan cepat dari elemen populasi yang datanya mudah diperoleh peneliti. Sampel
yang diambil dalam penelitian ini menggunakan tabel penentuan jumlah sampel
dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael. Hal
ini dikarenakan ukuran populasi diketahui dan asumsi bahwa populasi diketahui
dan asumsi bahwa populasi berdistribusi normal.
Berdasarkan data yang
diperoleh dari Kasubag Umum di KPP Pratama masing-masing, total keseluruhan
petugas pajak dari divisi pelayanan, pemeriksaan dan penagihan yaitu sekitar
230 orang dengan tingkat kesalahan 5%. Maka jika dilihat dari total keseluruhan
petugas pajak tersebut, didapat sampel yaitu berjumlah 149 sesuai dengan tabel
penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu yang dikembangkan dari Isaac dan Michael.
F.
Jenis
Data
Dalam menyelesaikan
penelitian ini, penulis menggunakan data kualitatif dan kuantitatif yang
bersifat primer maupun sekunder.
1.
Data Kualitatif
Data
kualitatif menurut Sugiyono (2010:23), adalah data yang berbentuk kalimat, kata
atau gambar. Yang digolongkan sebagai data kualitatif dalam penelitian ini
adalah sejarah singkat Kantor Pelayanan Pajak, dan juga gambaran umum Kantor
Pelayanan Pajak Pratama yang ada di wilayah Jakarta Selatan.
2.
Data Kuantitatif
Data
kuantitatif menurut Sugiyono (2010:23), adalah data penelitian yang berupa
angka-angka atau data kuantitatif yang diangkakan (scoring). Yang digolongkan sebagai data kuantitatif dalam
penelitian ini adalah kuesioner yang didistribusikan secara langsung kepada
personal dan wawancara (interview).
G.
Sumber
Data
1.
Data Primer
Menurut
Sugiyono (2009:103), data primer adalah sumber data yang langsung memberikan
data kepada pengumpul data. Data primer dalam penelitian ini adalah kuesioner
dan wawancara.
2.
Data Sekunder
Menurut
Kuncoro (2003:127), data sekunder adalah data yang telah dikumpulkan oleh pihak
lain atau lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna
data. Data sekunder dalam penelitian ini adalah diperoleh dari penelitian
terdahulu dan sumber lainnya.
H.
Teknik
Pengumpulan Data
1.
Wawancara (Interview)
Menurut
Indriantoro dan Supomo (2004:104), wawancara (interview) merupakan teknik pengumpulan data dalam metode survei
yang menggunakan pertanyaan lisan kepada subjek penelitian. Wawancara dilakukan
secara langsung kepada pegawai pajak divisi pelayanan dan penagihan pada KPP
Pratama. Kemudian diolah berdasarkan kriteria yang telah ditentukan.
2.
Kuesioner (questionnaires)
Menurut
Sugiyono (2013:142), kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan
dengan cara memberi seperagkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada
responden untuk dijawabnya.
Kuesioner
didistribusikan secara personal, sehingga peneliti dapat berhubungan langsung
dengan responden dan memberikan penjelasan seperlunya dan kuesioner dapat
langsung dikumpulkan setelah selesai dijawab oleh responden. Kuesioner
didistribusikan langsung kepada pegawai pajak divisi pelayanan dan penagihan
pada KPP Pratama. Kemudian diolah berdasarkan kriterita yang telah ditentukan.
Skala
yang digunakan dalam tingkat pengukuran adalah skala interval atau sering
disebut skala LIKERT yaitu skala yang berisi 5 tingkat preferensi jawaban.
Menurut Ghozali (2011:47), skala likert dikatakan interval karena pernyataan
sangat setuju mempunyai tingkat atau prefensi yang “lebih tinggi” dari setuju
dan setuju “lebih tinggi” dari ragu-ragu.
Masing-masing jawaban dari 5 alternatif jawaban yang telah tersedia
diberi bobot nilai (skor) sebagai berikut:
Tabel
3
Pengukuran
Terhadap Variabel Independen
No.
|
Jawaban Responden
|
Skor
|
1.
|
Sangat
Setuju (SS)
|
5
|
2.
|
Setuju
(S)
|
4
|
3.
|
Ragu-Ragu
(RR)
|
3
|
4.
|
Tidak
Setuju (TS)
|
2
|
5.
|
Sangat
Tidak Setuju (STS)
|
1
|
I.
Alat
Pengumpulan Data
Alat pengumpulan data
yang digunakan penulis adalah berupa alat tulis, jaringan internet, printer,
laptop dan perekam suara yang digunakan untuk mengumpulkan data dan mengolah
data ataupun informasi.
J.
Teknik
Analisis Data
Untuk
menganalisis apa yang telah dilakukan dalam penelitian, penulis menggunakan
teknik analisis deskriptif, yang terdiri atas:
1.
Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui
ada atau tidaknya pelanggaran-pelanggaran yang terdapat pada model regresi
linier sederhana yang telah dibuat. Uji asumsi klasik yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu:
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model regresi, variabel pengganggu dan residual
memiliki distribusi normal. Salah satu cara untuk melihat normalitas residual
adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi
kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis
lurus diagonal dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal.
Jika distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data
sesungguhnya akan mengikuti garis diagonal (Ghozali, 2011:160). Pada prinsipnya
normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu
diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya. Dasar
pengambilan keputusan (Ghazali, 2011:163):
1)
Jika data menyebar disekitar garis diagonal
atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas.
2)
Jika data menyebar jauh dari diagonal
dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak
menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Uji statistik lain yang
dapat digunakan untuk menguji normalitas residual adalah uji statistik non
parametik Kolmogorov-Smirnov (K-S). kriteria pengujian uji Kolmogorv-Smirnov
adalah (Priyatno, 2013:38) :
a)
Jika nilai signifikansi > 0,05, maka data
berdistribusi secara normal.
b)
Jika nilai signifikansi < 0,05, maka data
tidak berdistribusi secara normal.
b. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas
bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika variance
dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas
(Ghozali, 2011:139).
Deteksi ada atau tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilihat dengan ada tidaknya pola tertentu pada grafik
scaterplot. Jika ada pola tertentu maka mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Tetapi jika tidak ada pola yang jelas serta titik-titik
menyebar di atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi
heteroskedastisitas (Ghozali, 2011:175).
c.
Uji Multikolonieritas
Uji multikolonieritas
bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar
variabel bebas (independen). Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi di antara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel ini tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah
variabel independen yang nilai korelasi antar sesama variabel independen sama
dengan nol. Untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonieritas di dalam model
regresi dapat dilihat dari:
1)
Nilai Tolerance/lawannya
2)
Variance Inflation Factor (VIF)
Nilai tolerance yang
rendah sama dengan nilai VIF tertinggi (karena VIF = 1/Tolerance), nilai
cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan adanya multikolonieritas
adalah nilai tolerance < 0,10 atau sama dengan nilai VIF > 10 dan
tidak ada multikolonieritas dalam model regresi jika nilai tolerance
> 0,10 atau sama dengan nilai VIF < 10 (Ghozali, 2011:105).
2.
Uji deskriptif Kualitatif
Deskriptif kualitatif adalah teknik analisis yang
dilakukan secara triangulasi (gabungan) dan hasil penelitiannya lebih
menekankan makna daripada generalisasi (Sugiyono, 2010:9). Analisis deskriptif
kualitatif dilakukan pada gambaran kewajiban kepemilikan NPWP dan penagihan
pajak pada objek penelitian di KPP Pratama di wilayah Jakarta Selatan.
3.
Analisis Deskriptif Kuantitatif
Deskrtiptif kuantitatif adalah teknik analisis yang
dilakukan dengan cara mengumpulkan data, mengklasifikasikan kemudian
menganalisis serta menginprestasikannya dengan menggunakan instrumen penelitian
yang bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono,
2010:8). Metode yang digunakan untuk analisis data adalah :
a.
Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear
berganda adalah hubungan secara linear antara dua atau lebih variabel
independen (X1, X2,….Xn)
dengan variabel dependen (Y). Analisis ini untuk memprediksikan nilai dari
variabel dependen apabila nilai variabel independen mengalami kenaikan atau
penurunan dan untuk mengetahui arah hubungan antara variabel independen dengan
variabel dependen apakah masing-masing variabel independen berhubungan positif
atau negatif (Priyatno, 2013:116).
Berdasarkan hubungan antara
variabel kewajiban kepemilikan NPWP (X1),
pemeriksaan pajak (X2), penagihan pajak (X3)
dan penerimaan pajak (Y), maka akan digunakan model analisa regresi linier
berganda adalah sebagai berikut:
Y =
a + b1X1 + b2 X2 + e
Keterangan
:
Y :
penerimaan pajak
a :
konstanta
b1 :
Koefisien regresi (menunjukkan angka peningkatan atau penurunan variabel
dependen yang didasarkan pada hubungan nilai variabel independen)
X1 :
variabel kewajiban kepemilikan NPWP
X2 :
variabel penagihan pajak
e : error
b.
Uji Koefisien Determinasi (R²)
Koefisien determinasi (R²)
pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model variabel independen dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Dalam output SPSS, koefisien
determinasi terletak pada Model Summaryb.
Jika nilai R² = 0 maka tidak ada sedikitpun presentase pengaruh yang diberikan
variabel independen terhadap variabel dependen. Sebaliknya R² = 1 maka
presentase pengaruh yang diberikan variabel independen terhadap variabel
dependen adalah sempurna atau variasi variabel independen yang digunakan dalam
model menjelaskan 100% variabel variasi variabel dependen. Adjusted R Square
adalah nilai R Square yang telah disesuaikan. Menurut Santoso
(2001) bahwa untuk regresi dengan lebih dari dua variabel independen
digunakan Adjusted R² sebagai koefisisen determinasi. Sedangkan Standard
Error of the Estimate adalah suatu ukuran banyaknya kesalahan model regresi
dalam memprediksi nilai Y (Priyatno, 2013:120).
b.
Koefisien Korelasi (Uji r) dan Koefisien
Determinasi (Uji r2)
1)
Koefisien Korelasi
Menurut suliyanto, 2011:15, analisis korelasi digunakan
untuk mengetahui derajat huungan linier antara satu variabel dengan variabel
lain. Koefisien korelasi adalah nilai yang menunjukan kuat/tidaknya
hubungan linier antar dua variabel. Koefisien korelasi biasa dilambangkan
dengan huruf r dimana nilai r dapat bervariasi dari -1 sampai +1. Nilai r yang
mendekati -1 atau +1 menunjukan hubungan yang kuat antara dua variabel tersebut
dan nilai r yang mendekati 0 mengindikasikan lemahnya hubungan antara dua variabel
tersebut. Sedangkan tanda + (positif) dan – (negatif) memberikan
informasi mengenai arah hubungan antara dua variabel tersebut. Jika bernilai +
(positif) maka kedua variabel tersebut memiliki hubungan yang searah. Dalam
arti lain peningkatan X akan bersamaan dengan peningkatan Y dan begitu juga
sebaliknya. Jika bernilai – (negatif) artinya korelasi antara kedua variabel
tersebut bersifat berlawanan. Peningkatan nilai X akan dibarengi dengan
penurunan Y.
Koefisien
korelasi pearson atau
Product Moment Coefficient of Correlation adalah nilai yang
menunjukan keeratan hubungan linier dua variabel dengan skala data interval
atau rasio. Rumus yang digunakan adalah:
Bila koefisien
korelasi semakin mendekati angka 1 berarti korelasi tersebut semakin kuat, tetapi
jika koefisien tersebut mendekati angka 0 berarti korelasi tersebut semakin
lemah.
2)
Koefisien
Determinasi (Uji r2)
Menurut
Suliyanto (2011:17), koefisien determinasi dengan simbol r2
merupakan besarnya kontribusi variabel bebas terhadap variabel tergantungnya.
Semakin tinggi koefisien determinasi, maka semakin tinggi variabel bebas dalam
menjalankan variasi perubahan pada variabel tergantungnya.
c.
Uji Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah uji t (uji parsial) dan uji F (uji simultan). Adapun uji
hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
1)
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
Uji statistik F pada
dasarnya menunjukkan apakah semua variabel independen atau bebas yang
dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen/terikat. Hipotesis nol (H0)
yang hendak diuji, apakah semua parameter dalam model sama dengan nol, atau:
H0 : b1 = b2
= ……
= bk = 0
Artinya
apakah semua variabel
independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhadap
variabel dependen. Hipotesis
alternatifnya (HA) tidak
semua parameter secara simultan sama dengan nol, atau:
Ha : b1 ≠ 2
≠b……..k≠ 0b
Artinya, semua variabel independen secara simultan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen (Ghozali,
2011:98).
Artinya, semua variabel independen secara simultan
merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel
independen. (Ghozali,2011:98).
Untuk menguji hipotesis ini
digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:
1)
Quick look:
bila nilai F lebih besar dari pada 4 maka Ho dapat ditolak pada derajat
kepercayaan 5%. Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif, yang
menyatakan bahwa semua
variabel independen secara serentak
dan signifikan mempengaruhi
variabel dependen.
2)
Membandingkan nilai F hasil perhitungan
dengan nilai F menurut tabel. Bila nilai Fhitung
lebih besar dari pada nilai Ftabel,
maka Ho ditolak dan menerima Ha
(Ghozali, 2011:98).
b.
Uji Signifikan Parameter Individual (Uji
Statistik t)
Uji statistik t pada
dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel penjelas/independen
secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Cara melakukan
uji t adalah sebagai berikut:
1)
Quick look:
bila jumlah degree of freedom (df) adalah 20 atau lebih, dan
derajat kepercayaan sebesar 5%, maka Ho yang menyatakan bi = 0 dapat ditolak
bila nilai t lebih besar dari 2 (dalam nilai absolut). Dengan kata lain kita
menerima hipotesis alternatif, yang menyatakan bahwa suatu variabel independen
secara individual mempengaruhi variabel dependen.
2)
Membandingkan nilai statistik t dengan titik
krisis menurut tabel. Apabila nilai statistik thasil
perhitungan lebih tinggi dibandingkan nilai ttable,
kita menerima hipotesis alternatif yang menyatakan bahwa suatu variabel
independen secara individual mempengaruhi variabel dependen (Ghozali, 2011:98).
Uji hipotesis dilakukan
dengan uji t untuk menguji signifikansi koefisien regresi dirumuskan sebagai
berikut:
a.
Apabila thitung > ttabel
atau probabilitas < 0,05 berarti Ha diterima atau Ho
ditolak, artinya kewajiban kepemilikan NPWP dan penagihan pajak berpengaruh
positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak pada Kantor Pelayanan Pajak
Pratama diwilayah Jakarta Selatan.
b.
Apabila thitung < ttabel
atau probabilitas > 0,05 berarti Ho diterima atau Ha
ditolak, artinya kewajiban kepemilikan NPWP dan penagihan pajak tidak
berpengaruh positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak Pratama diwilayah Jakarta Selatan.
I cannot thank Mr Benjamin service enough and letting people know how grateful I am for all the assistance that you and your team staff have provided and I look forward to recommending friends and family should they need financial advice or assistance @ 1,9% Rate for Business Loan .Via Contact : . lfdsloans@outlook.com. WhatsApp...+ 19893943740. Keep up the great work.
ReplyDeleteThanks, Busarakham.
ituDewa Poker Domino QQ | Ceme Judi Domino QQ | Agen Domino QQ | Domino QQ Online | Agen Poker | Judi Poker | Poker Online | Agen OMAHA | Agen Super Ten | BlackJack
ReplyDeletePROMO SPESIAL GEBYAR BULANAN ITUDEWA. KUMPULKAN TURNOVER SEBANYAK-BANYAKNYA DAN DAPATKAN HADIAH YANG FANTASTIS DARI ITUDEWA.
MAINKAN DAN MENANGKAN HADIAH TOTAL RATUSAN JUTA, TANPA DI UNDI SETIAP BULANNYA!
? DAIHATSU ALYA 1.0 D MANUAL ( Senilai Rp.100.000.000,- )
? New Yamaha Vixion 150 ( Senilai Rp.25.340.000,- )
? Emas Antam 10 Gram ( Senilai Rp.10.160.000,- )
? Free Chips 1.500.000
? Free Chips 1.000.000
? Free Chips 250.000
SYARAT DAN KETENTUAN : KLIK DISINI
DAFTARKAN DIRI ANDA SEGERA : DAFTAR ITUDEWA
1 ID untuk 7 Game Permainan yang disediakan oleh Situs ituDewa
=> Bonus Cashback 0.3%
=> Bonus Refferal 20% (dibagikan setiap Minggunya seumur hidup)
=> Bonus UPLINE REFERRAL UP TO 100.000!
=> Bonus New Member 10%
=> Customer Service 24 Jam Nonstop
=> Support 7 Bank Lokal Indonesia (BCA, BNI, BRI, Mandiri, Danamon, Cimb Niaga, Permata Bank)
• Deposit Via Pulsa, OVO & GOPAY
• Pusat Bantuan ituDewa
Facebook : ituDewa Club
Line: ituDewa
WeChat : OfficialituDewa
Telp / WA : +85561809401
Livechat : ituDewa Livechat
minta daftar pustakanya dong bang
ReplyDelete